Polemik Pilkades Sampang

- Penulis Berita

Kamis, 8 Mei 2025 - 13:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi kerusuhan soal Pilkades Sampang.

Ilustrasi kerusuhan soal Pilkades Sampang.

Penulis: Atiqurrahman (Warga Kabupaten Sampang)

Saya mencoba menelusuri polemik mengenai pemilihan kepala desa (Pikades) di Kabupaten Sampang. Sebab isu ini terus bergulir dan memanas hingga saat ini.

Saya merangkumnya dengan dua koridor saja, yakni hukum (aturan) dan politik. Karena isi perdebatannya antara pihak Pemerintah Daerah dengan kelompok swadaya masyarakat hanya berkutat pada dua koridor tersebut.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut, saya ingin menggambarkan terlebih dulu kondisi obyektifnya. Bahwa saat ini di Kabupaten Sampang ada 143 desa dari 186 dipimpin oleh seorang Penjabat (PJ), termasuk di desa saya sendiri: Desa Pulau Mandangin.

Kepemimpinan para Penjabat ini berlangsung cukup lama, ada sekitar 2-4 tahun, tergantung dari selesainya purna tugas kepala desa definitif. Untuk desa saya, kepemimpinan Penjabat ini dimulai sejak tahun 2021 hingga sekarang.

Sebenarnya, isu pelaksanaan Pilkades ini pernah mencuat pada tahun 2021. Namun ditunda dengan tiga alasan, yakni Covid 19, faktor keamanan, dan tidak adanya anggaran.

Baca Juga :  Kiai Mutawakkil Bacakan 5 Pesan Penting Khutbah Iftitah di Konferwil NU Jatim

Kebijakan penundaan ini termuat dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021 Tentang Penundaan Pilkades. Dan dalam Surat Keputusan itu juga disebutkan bahwa perhelatan Pilkades akan dilaksanakan pada tahun 2025.

Namun, kenyataannya, Pemerintah Daerah belum memberikan jaminan dan kepastian hukum bahwa pelaksanaan Pilkades akan dihelat pada tahun ini. Padahal APBD telah menyediakan anggaran sebesar 23 Milyar.

Bahkan rumor yang berkembang, pelaksanaan Pilkades akan ditunda lagi pada tahun 2027. Dengan sejumlah alasan, diantaranya adalah masih menunggu aturan turunan baru dari pemerintah pusat, karena terjadi revisi atau perubahan atas UU Desa tahun 2014, salah satunya terkait masa jabatan kepala desa; dari semula hanya enam tahun, kini menjadi delapan tahun.

Pemerintah Daerah juga berdalih, bahwa telah melaksanakan Pilkades serentak dan bergelombang. Yakni tahun 2015, 2017 dan 2019. Ini artinya, isu penundaan Pilkades tahun 2027 mengacu pada selesainya purna tugas kepala desa definitif yang terpilih pada tahun 2019.

Baca Juga :  Tak Rela Buruh Dirumahkan, Pemkab Probolinggo Siap Rogoh Kocek Demi Stabilitas Industri

Akibatnya, bagi desa-desa yang telah melaksanakan Pilkades tahun 2015 dan 2017, harus menunggu lebih lama lagi untuk sekadar mempunyai pemimpin kepala desa definitif yang dipilih secara langsung dan demokratis.

Salah satunya masyarakat desa saya ini. Sepertinya mereka perlu banyak bersabar dan menerima pemimpin seorang Penjabat lebih lama lagi.

Apakah Penjabat tersebut mampu melaksanakan cita-cita UU Desa atau tidak, yang jelas, nasib dan masa depan mereka jadi taruhannya.

Jika ia bisa melaksanakan, maka ia adalah anugerah bagi masyarakat desa saya. Pun sebaliknya, jika ia tidak bisa, pastinya menjadi preseden buruk bagi kehidupan mereka.

SK Bupati: Pangkal Polemik.

Saya kira, Surat Keputusan Bupati Nomor 188 ini awal mula terjadinya polemik, dan munculnya serangkaian aksi demontrasi dan protes yang dilakukan oleh kelompok swadaya masyarakat.

Mereka mendesak dan menuntut Pemerintah Daerah agar melaksanakan Pilkades sesuai dengan isi Surat Keputusan yang pernah diterbitkan.

Baca Juga :  DKUPP Tak Pernah Keluarkan Rekomendasi, Penjualan Miras di Probolinggo Diduga Ilegal

Mereka menganggap, bahwa Pilkades merupakan salah satu hak politik yang wajib dipenuhi. Dan memilih pemimpin secara demokratis adalah amanah konstitusi, sehingga Pemerintah Daerah tidak memiliki alasan apa pun untuk melakukan penundaan lagi.

Sementara itu, akibat dari polemik ini, muncullah isu-isu politis yang berkembang di publik, seperti tidak terbukanya proses penunjukan Penjabat, tidak adanya evaluasi obyektif Penjabat setiap enam bulan, hingga soal jual beli jabatan Penjabat.

Isu-isu politis tersebut, saya kira, akan terus menggelinding sebelum Pemerintah Daerah benar-benar memberikan kepastian hukum mengenai perhelatan Pilkades ini.

Dengan demikian, kredibilitas kepemimpinan Bupati H. Slamet Junaidi dan Lora Mahfud kini dipertaruhkan.

Ia harus memberikan penjelasan secara rasional kepada publik, agar isu-isu politis tersebut dapat diredam, dan bisa fokus kembali untuk membangun Kabupaten Sampang lebih hebat dan bermartabat. Sebagaimana slogan politiknya selama ini.

*Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis

Follow WhatsApp Channel nuansajatim.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

LIRA Jatim Geram, Tuntutan KPK ke Eks Bupati Probolinggo Dinilai Jomplang
Membangun Mimpi Bersama TNI di Film Tangan Kecil Mimpi Besar
Potensi Terpilih Aklamasi di Konferwil GP Ansor Jatim, Ini Komentar Musaffa’ Safril
Kiai Mutawakkil Bacakan 5 Pesan Penting Khutbah Iftitah di Konferwil NU Jatim
Hasan dan Demokrasi Probolinggo

Berita Terkait

Kamis, 8 Mei 2025 - 13:10 WIB

Polemik Pilkades Sampang

Sabtu, 1 Februari 2025 - 12:25 WIB

LIRA Jatim Geram, Tuntutan KPK ke Eks Bupati Probolinggo Dinilai Jomplang

Selasa, 15 Oktober 2024 - 11:10 WIB

Membangun Mimpi Bersama TNI di Film Tangan Kecil Mimpi Besar

Senin, 12 Agustus 2024 - 20:26 WIB

Potensi Terpilih Aklamasi di Konferwil GP Ansor Jatim, Ini Komentar Musaffa’ Safril

Sabtu, 3 Agustus 2024 - 15:42 WIB

Kiai Mutawakkil Bacakan 5 Pesan Penting Khutbah Iftitah di Konferwil NU Jatim

Berita Terbaru