Surabaya – Di tengah gempuran janji-janji manis penghapusan pajak kendaraan bermotor di berbagai daerah, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa justru memilih langkah sebaliknya dengan mempertahankan kebijakan fiskal yang dianggap tidak populer.
Namun di balik sikap ini, tersimpan misi besar yaitu melindungi keuangan daerah dan menjamin layanan publik tetap berjalan untuk rakyat kecil.
Keputusan Khofifah menolak penghapusan pokok pajak kendaraan bermotor bukan tanpa tekanan. Di media sosial, gelombang kritik muncul, bahkan diwarnai penyebaran video hoaks dan narasi manipulatif.
Namun Khofifah tetap teguh. Alasannya sederhana, tapi fundamental. Keadilan fiskal dan tanggung jawab terhadap masa depan pembangunan daerah.
Lebih dari itu, data menunjukkan bahwa 70 persen dari pajak kendaraan bermotor justru menjadi hak kabupaten/kota. Artinya, penghapusan total bukan hanya menggerus pendapatan provinsi, tapi juga memukul kemampuan daerah menyediakan layanan publik mulai dari jalan, rumah sakit, hingga sekolah.
Di tengah serangan politik yang tak henti, dukungan moral mengalir. Ketua Umum MUI Jawa Timur, KH Hasan Mutawakkil Alallah, menyerukan agar masyarakat tidak terjebak dalam narasi sesat yang justru bisa merugikan kepentingan bersama.
“Ibu Khofifah bukan sedang menolak perubahan, tapi menjaga keseimbangan. Ini bukan pencitraan, tapi keberanian memilih yang sulit demi kebaikan banyak orang,” ujar KH Mutawakkil.
Menurutnya, keberhasilan Khofifah–Emil bukan sekadar angka, tapi bukti kerja nyata yang telah dirasakan langsung oleh masyarakat.
Di tengah pesta demokrasi yang seringkali dijejali janji populis, Khofifah mengambil rute yang tidak menyenangkan bagi sebagian orang, tapi menyelamatkan bagi banyak lainnya. Keputusan ini mencerminkan sikap seorang pemimpin yang tidak tergoda gemerlap sesaat, tetapi teguh pada prinsip keberlanjutan dan keadilan kolektif.
“Tidak ada pemimpin yang sempurna. Tapi Ibu Khofifah menunjukkan komitmen dan integritas. Kepemimpinannya adalah yang merangkul, bukan memukul,” imbuhnya.
KH Mutawakkil juga mengajak masyarakat, terutama pengguna media sosial, untuk lebih bijak dan tidak mudah terprovokasi. “Jawa Timur butuh stabilitas, bukan sensasi. Butuh kolaborasi, bukan provokasi,” tegasnya.