Probolinggo – Debat publik pertama Pilkada Kabupaten Probolinggo 2024 yang digelar di Gedung Islamic Center, Kraksaan, Minggu (20/10/2024), menuai kekecewaan dari warga.
Masyarakat menilai perdebatan tersebut gagal menyentuh isu fundamental seperti pemberantasan korupsi, yang dianggap penting bagi kemajuan daerah.
Warga mengamati bahwa debat tersebut lebih menekankan pada pemaparan visi dan misi dari kedua pasangan calon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Paslon nomor urut 1, Zulmi Noor Hasani – Abdu Rasit, dan paslon nomor urut 2, dr. Mohammad Haris – Fahmi Abdul Haq Zaini, dinilai kurang berargumen secara kritis selama dua sesi yang berlangsung.
“Debat seharusnya menjadi ajang adu gagasan, tapi yang kita lihat justru hanya paparan normatif dan program,” ujar Bin Haudi, seorang warga, Selasa (22/10/2024).
Ia menilai sesi tanya jawab yang disediakan gagal menggali persoalan lebih dalam, terutama terkait isu krusial seperti korupsi.
Bin Haudi menyoroti konsep good governance yang kerap disebut paslon nomor urut 2, dr. Mohammad Haris.
Menurutnya, meski tema debat mengangkat isu kesejahteraan dan pembangunan daerah, topik korupsi seharusnya bisa diangkat secara lebih jelas.
“Tidak perlu tema khusus tentang korupsi untuk membahasnya. Tema yang ada sudah cukup relevan, tapi calon pemimpin tampaknya kurang responsif,” tegas pegiat Probolinggo Corruption Watch (Pro-CW) itu.
Hal senada juga disampaikan Samsuddin, Gubernur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Jawa Timur. Ia menyayangkan absennya pembahasan korupsi dalam debat tersebut.
Padahal praktik korupsi disebut sebagai salah satu penyebab utama stagnasi pembangunan dan tingginya angka kemiskinan di Probolinggo.
Kabupaten ini bahkan tercatat sebagai wilayah dengan tingkat kemiskinan tertinggi keempat di Jawa Timur.
“Korupsi itu merusak proses pembangunan dan memperlebar ketimpangan distribusi sumber daya. Jika ingin mengentaskan kemiskinan, para kandidat harus fokus pada pemberantasan korupsi,” ungkap Samsuddin.
Ia juga mendesak KPU Kabupaten Probolinggo agar menyusun materi debat tahap kedua dengan lebih matang.
Menurutnya, KPU perlu memasukkan isu transparansi dan integritas pemerintahan agar masyarakat bisa melihat komitmen para calon pemimpin dalam menyikapi masalah korupsi.
“KPU harus lebih peka. Jika isu korupsi dibahas dalam debat berikutnya, masyarakat bisa mengetahui sikap dan solusi konkret dari para calon terkait kasus ini,” tambah Samsuddin.
Ia juga memperingatkan bahwa minimnya pembahasan tentang korupsi dapat memicu apatisme politik di kalangan warga, yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya partisipasi publik dalam pemerintahan.
Dengan semakin dekatnya tahapan debat berikutnya, masyarakat berharap agar ajang diskusi publik ini bisa lebih substansial dan tidak hanya sekadar formalitas pemaparan visi-misi.