Probolinggo – Tradisi ziarah kubur masih menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Probolinggo, terutama saat momen Idul Fitri. Kegiatan ini bukan sekadar ritual, tetapi juga sarana mempererat silaturahmi keluarga sekaligus mengingatkan akan kehidupan akhirat.
Di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dusun Nangger, Desa Alaskandang, Kecamatan Besuk, ratusan warga memadati area pemakaman pada Senin (31/3/2025) pagi. Usai salat Id, mereka berbondong-bondong berziarah, membawa bunga dan air, lalu melantunkan tahlil serta doa yang dipimpin oleh tetua keluarga.
Tradisi yang Terjaga dan Bermakna
M. Damanhuri, salah satu warga setempat, menuturkan bahwa ziarah kubur bukan hanya dilakukan saat hari raya, tetapi juga di berbagai kesempatan lain. “Namun, saat Lebaran, keluarga lebih lengkap berkumpul. Ini juga jadi ajang silaturahmi,” ujarnya.
Tak hanya warga sekitar, peziarah dari desa lain juga turut berdatangan. Munisa Latif, warga Desa Alassumur Lor, menegaskan bahwa keluarganya selalu melaksanakan ziarah kubur setiap Idul Fitri dan Idul Adha. “Ini sudah jadi bagian dari tradisi keluarga besar kami,” ungkapnya.
Akar Sejarah dan Makna Religius
Sejarah mencatat bahwa tradisi ziarah kubur di Nusantara sudah ada sejak era Walisongo. Para ulama tersebut memperkenalkan tradisi ini sebagai bagian dari dakwah Islam yang mengakar kuat di tengah masyarakat.
“Awalnya, Nabi Muhammad SAW melarang ziarah kubur karena khawatir umatnya yang baru masuk Islam tergelincir dalam akidah,” jelas S. Adi Wardhana, Sekretaris Takmir Masjid Nurul Aziz Desa Alassumur Lor.
“Namun, setelah akidah umat semakin kuat, Rasulullah membolehkannya dan bahkan menganjurkan.” lanjut Kang Nisun, begitu ia disapa
Ia lantas mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah: ‘Berziarahlah kalian ke kuburan, karena sesungguhnya hal itu dapat mengingatkan kalian pada kehidupan akhirat.’ Ia juga menambahkan bahwa Islam tidak membatasi waktu tertentu untuk ziarah kubur.
“Tradisi ini bukan hanya ibadah, tetapi juga mempererat hubungan keluarga dan mengenang jasa leluhur.” tutur pegiat Nahdlatul Ulama tersebut.
Bagi masyarakat Probolinggo, ziarah kubur bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berpulang. Lebih dari itu, tradisi ini menjadi pengingat bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, dan setiap insan kelak akan kembali kepada Sang Pencipta.(*)