Probolinggo – Menurunnya partisipasi masyarakat dalam dua kali pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Probolinggo menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk pengamat sosial-politik, Ahmad Hudri.
Namun, di balik tren penurunan ini, terdapat kesempatan bagi pemerintah untuk lebih proaktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keterlibatan dalam proses demokrasi.
Ahmad Hudri menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam menggalakkan pendidikan politik di kalangan masyarakat. Menurutnya, pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan masyarakat paham akan hak dan kewajibannya sebagai pemilih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pemerintah harus lebih giat dalam memberikan edukasi politik agar partisipasi masyarakat dapat meningkat. Ini bukan hanya tugas penyelenggara, tetapi juga tanggung jawab moral pemerintah untuk mendukung demokrasi yang sehat,” ujarnya.
Hudri juga menekankan bahwa fenomena penurunan partisipasi dalam Pilkada ini tidak terlepas dari faktor psikologis pasca Pemilu. Menurutnya, kelelahan masyarakat setelah proses Pemilu bisa berpengaruh terhadap minat mereka untuk kembali terlibat dalam Pilkada.
“Setelah energi terkuras pada Pemilu, Pilkada sering kali kurang mendapatkan perhatian. Ini menjadi tantangan besar bagi penyelenggara untuk menjaga antusiasme masyarakat,” tambahnya.
Namun, Hudri menilai bahwa rendahnya partisipasi tidak hanya disebabkan oleh kelelahan masyarakat, tetapi juga jumlah calon yang bertarung dalam Pilkada.
Semakin sedikit jumlah calon, semakin minim pula sosialisasi dan edukasi yang dilakukan. Hal ini, menurutnya, bisa memicu pragmatisme dan meningkatkan politik uang.
“Ketika calon sedikit, persaingan menjadi kurang sengit dan sosialisasi menjadi kurang gencar. Ini bisa memicu pragmatisme di kalangan pemilih,” jelasnya.
Di Kabupaten Probolinggo, tren penurunan partisipasi sudah terlihat sejak Pilkada 2013. Meski begitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap optimis dengan menargetkan partisipasi sebesar 77,6 persen pada Pilkada mendatang, meskipun capaian sebelumnya pada 2018 hanya mencapai 73 persen.
Meski tren penurunan partisipasi menjadi tantangan, Hudri menegaskan bahwa hal ini bisa diatasi dengan kolaborasi antara pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam mengintensifkan pendidikan politik.
Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami pentingnya peran mereka dalam menentukan masa depan daerah melalui Pilkada.
“Pendidikan politik yang kuat bisa menjadi solusi untuk meningkatkan partisipasi. Pemerintah harus lebih hadir di tengah masyarakat, memberikan pemahaman yang jelas tentang pentingnya suara mereka dalam Pilkada,” pungkasnya.