Probolinggo – Sebuah kebijakan baru yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar telah memicu banyak kontroversi dari berbagai kelompok atau organisasi.
Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dan telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024.
Organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di Kota Probolinggo secara tegas menolak kebijakan tersebut, menganggapnya sebagai ancaman terhadap moralitas bangsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KH Abdul Wahid, Rois Syuriah PCNU Kota Probolinggo, mengkritik keras kebijakan tersebut. Menurutnya, penyediaan alat kontrasepsi kepada pelajar akan mempernudah terjadinya perbuatan zina.
“Jika kebijakan ini diterapkan, akan mempermudah terjadinya perbuatan yang dilarang agama,” tegas Abdul Wahid, Selasa (6/8/2024).
Sekretaris PCNU Kota Probolinggo, Ilyas Rolis, menyatakan bahwa mereka akan mendiskusikan isu ini lebih lanjut dalam forum Bahtsul Masail untuk mendapatkan pandangan yang lebih mendalam dari para ulama.
“Kita akan bahas bersama pengurus lainnya, dan mungkin akan dibawa ke forum Bahtsul Masail,” jelas Ilyas, yang juga merupakan dosen di UINSA.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Muhammadiyah Kota Probolinggo. Ketua PD Muhammadiyah, Muhammad Dawam Ichsan, menyebut kebijakan ini berpotensi memberikan peluang untuk perbuatan zina.
“Kebijakan ini cenderung melegalkan perbuatan yang dilarang oleh agama,” kata Dawam, yang juga menjabat sebagai Sekretaris MUI Kota Probolinggo.
Dawam menekankan bahwa pencegahan perbuatan zina seharusnya dilakukan melalui penguatan ajaran agama dan moralitas, bukan dengan memberikan kebebasan dalam penggunaan alat kontrasepsi.
NU dan Muhammadiyah Kota Probolinggo menyatakan kekhawatiran mereka atas dampak negatif kebijakan ini terhadap moral generasi muda.
Kedua organisasi ini menekankan pentingnya membangun akhlak yang baik dan mencegah perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama.
Mereka mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ini, dengan harapan bahwa penguatan nilai-nilai agama dan moral akan membantu generasi muda terhindar dari perbuatan yang melanggar norma agama dan sosial.