Probolinggo – Tradisi ziarah kubur saat hari raya Idul Adha masih erat dengan kehidupan masyarakat Probolinggo. Tujuan utama dari ziarah ini adalah untuk mendoakan orang tua dan kerabat yang telah berpulang.
Munisa Latif, warga Desa Alassumur Lor, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, bersama keluarga besarnya, Wiryo Reso, melaksanakan ziarah ke makam leluhur mereka di TPU Dusun Nangger, Kecamatan Besuk.
Usai melaksanakan salat Idul Adha pada Senin (17/6/2024) pagi, mereka berziarah dipimpin oleh tetua keluarga, dengan melantunkan tahlil dan doa. “Ini sudah menjadi tradisi keluarga kami setiap hari Lebaran atau Idul Adha,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak hanya keluarga Wiryo Reso, banyak keluarga lain juga terlihat di TPU tersebut untuk berziarah ke makam keluarga mereka. M. Damanhuri, warga Desa Alas Kandang, menuturkan,
“Kami sering berziarah, tidak hanya di hari raya. Tapi pada hari raya, keluarga yang datang lebih lengkap,” ungkap pria yang akrab disapa Adam tersebut.
Menurut sejarah, tradisi ziarah kubur di Indonesia telah ada sejak awal penyebaran Islam di Nusantara. “Walisongo adalah tokoh yang memperkenalkan tradisi nyekar atau ziarah kubur di Nusantara,” jelas S. Adi Wardhana, Sekretaris Takmir Masjid Nurul Aziz Desa Alassumur Lor.
Ziarah kubur pada awalnya dilarang oleh Nabi Muhammad SAW, karena khawatir umat Islam yang baru memeluk agama Islam akan tergelincir akidahnya. Namun, seiring waktu dan semakin kuatnya akidah umat, Nabi kemudian membolehkan ziarah kubur.
Sehingga ziarah kubur dianjurkan untuk mengingatkan kepada kematian dan kehidupan akhirat. Rasulullah SAW bersabda: “Berziarahlah kalian ke kuburan, karena sesungguhnya hal itu dapat mengingatkan kalian pada kehidupan akhirat,” (HR Ibnu Majah).
“Rasulullah membolehkan ziarah kubur tanpa menentukan waktu tertentu,” tambah pria yang aktif di ormas Nahdlatul Ulama (NU) tersebut.
Tradisi ziarah kubur yang menjadi sunnah dalam Islam kini terus dipertahankan dan menjadi momen untuk mempererat silaturahmi keluarga.