Probolinggo — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Probolinggo tengah menggulirkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang fasilitasi pesantren. Raperda ini bertujuan memperkuat peran pemerintah daerah dalam mendukung eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia.
Anggota DPRD Probolinggo, M. Basyir Nawawi atau akrab disapa Gus Nawa, menyampaikan dukungannya terhadap inisiatif tersebut. Dalam rapat awal Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyusun regulasi ini agar tidak mengganggu kemandirian pesantren yang telah mengakar sejak lama.
“Kita harus menjaga kekhasan pesantren. Setiap keputusan yang diambil dalam Raperda ini semestinya disampaikan kepada, bahkan ditashihkan oleh para kiai, yang menjadi sentral dalam kehidupan pesantren,” ujar Gus Nawa, Senin (12/5/2025).
Ia menambahkan, Raperda tersebut harus bersifat inklusif, mencakup berbagai jenis pesantren, baik salafiyah maupun modern, tanpa membedakan berdasarkan jumlah santri atau skala lembaga.
Menurut Gus Nawa, usulan Raperda ini lahir dari berbagai tantangan yang selama ini dihadapi banyak pesantren, seperti keterbatasan dana, belum optimalnya sumber daya manusia (SDM), hingga kurangnya dukungan infrastruktur.
Beberapa persoalan yang menjadi latar belakang penyusunan Raperda ini antara lain: Minimnya sumber dana, karena pesantren umumnya masih bergantung pada donasi masyarakat. SDM pengajar yang belum tersertifikasi, terutama di langgar dan majelis pengajian tingkat rumah tangga.
Kemudian fasilitas pendidikan yang tidak standar, sehingga menciptakan kesenjangan dengan lembaga pendidikan formal. Kurikulum yang belum terintegrasi dengan kebutuhan zaman, seperti kewirausahaan atau life skills.
Serta minimnya intervensi dan afirmasi dari pemerintah, padahal kontribusi pesantren dalam pembentukan karakter bangsa sangat besar.
Raperda Hadirkan Sejumlah Solusi Strategis
Politisi Gerindra ini, menyebut Raperda tersebut hadirkan sejumlah solusi strategis. Raperda ini diharapkan menjadi instrumen hukum untuk menghadirkan solusi konkret bagi pesantren.
Beberapa usulan program dan kebijakan yang tercantum dalam naskah awal Raperda antara lain:
Fasilitasi Dana Operasional dan Pengembangan. Berupa pengalokasian anggaran khusus bagi pesantren dalam APBD dan beasiswa santri dan insentif untuk pendidik.
Kemudian peningkatan kompetensi SDM melalui program pelatihan, sertifikasi guru ngaji, dan penguatan manajemen pesantren.
Dukungan Infrastruktur berupa bantuan sarana belajar, asrama, dan perpustakaan sesuai standar nasional. Ada juga Revitalisasi Kurikulum yang integrasi nilai moderasi beragama, literasi digital, dan kewirausahaan berbasis kearifan lokal.
Penguatan Kelembagaan melalui pemberian legalitas, pelatihan tata kelola, dan penyusunan standar mutu.
Untuk Guru Ngaji ada intensif khusus. Program insentif berbasis kinerja dan kebutuhan, dengan skema transparan.
Selain itu, Raperda juga mengusulkan pendirian unit usaha pesantren seperti koperasi atau BUMDes untuk mendorong kemandirian ekonomi. Tak kalah penting, perlindungan terhadap santri juga masuk dalam poin krusial, termasuk sistem pelaporan kasus kekerasan yang aman dan terintegrasi.
Digitalisasi pesantren pun menjadi perhatian, dengan rencana bantuan perangkat TIK dan akses internet untuk mendukung manajemen dan pembelajaran berbasis teknologi.
Melibatkan Ulama dan Komunitas Pesantren
Gus Nawa mengingatkan bahwa pembentukan Perda ini harus dilakukan melalui pendekatan partisipatif, dengan mendengarkan masukan dari para kiai, pengasuh pesantren, hingga santri.
“Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi juga pusat peradaban. Maka, setiap kebijakan yang menyentuh pesantren harus berbasis dialog dan kearifan,” pungkasnya.
Dengan lahirnya regulasi ini, DPRD Kabupaten Probolinggo berharap pesantren tidak hanya tetap eksis, tetapi juga berdaya dalam menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan jati diri.