Probolinggo – Bupati Probolinggo, dr. Muhammad Haris dengan tegas menolak kebijakan Rencana penutupan sementara kawasan wisata Gunung Bromo selama libur Lebaran 2025.
Menurut pejabat yang akrab disapa Gus Haris, kebijakan ini berpotensi merugikan ekonomi masyarakat, terutama Suku Tengger yang menggantungkan hidup dari sektor pariwisata.
“Kami ingin Bromo tetap dibuka saat Lebaran. Ini bukan hanya soal pariwisata, tetapi juga soal keberlangsungan ekonomi rakyat. Banyak keluarga yang mengandalkan penghasilan dari sektor ini,” ujar Gus Haris dalam pertemuan dengan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK RI, Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko pada Rabu (26/3/2025).
Pertemuan yang diadakan di kediaman pribadi Bupati Probolinggo tersebut juga dihadiri oleh Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Nur Patria Kurniawan, serta sejumlah kepala OPD Kabupaten Probolinggo. Dalam kesempatan itu, Gus Haris menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak penutupan yang akan berlangsung selama lima hari, dari 28 Maret hingga 1 April 2025.
Banyak pelaku usaha di sekitar kawasan Bromo yang merasa keberatan dengan rencana tersebut. Menurut Gus Haris, libur Lebaran merupakan momen puncak bagi kunjungan wisatawan. “Kalau Bromo ditutup, banyak yang akan kehilangan penghasilan,” lanjutnya. Dampak negatif ini sangat dirasakan oleh pengusaha penginapan, sopir jip wisata, dan pedagang kecil yang mengandalkan ramainya wisatawan selama liburan panjang.
Rudi, seorang pemilik usaha travel di Bromo, menceritakan bagaimana beberapa tamunya sudah membatalkan kunjungan setelah mendengar rencana penutupan. “Ada tamu dari Jakarta dan luar negeri yang batal datang. Mereka kecewa karena sudah mengatur jadwal dan membayar DP. Ini pukulan besar bagi kami,” ujarnya dengan nada prihatin.
Dirjen KSDAE, Prof. Satyawan Pudyatmoko, dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa pihaknya berusaha menjembatani komunikasi antara Pemkab Probolinggo dan TNBTS. Ia menekankan pentingnya dialog terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat Tengger, agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan keresahan.
“Kebijakan ini harus dipikirkan dengan matang, agar tidak merugikan masyarakat lokal. TNBTS perlu membangun komunikasi lebih baik dengan semua pihak,” kata Prof. Satyawan.
Sementara itu, alasan penutupan yang disampaikan oleh pihak TNBTS adalah karena pada dua hari pertama Lebaran, jumlah wisatawan cenderung lebih sedikit. Masyarakat lebih fokus pada silaturahmi keluarga.
Namun, Gus Haris berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini membutuhkan kebijakan yang lebih fleksibel. “Kami memahami alasan TNBTS, tetapi saat ini banyak yang bergantung pada wisata sebagai sumber penghasilan utama. Kami berharap ada solusi agar Bromo tetap bisa buka,” jelasnya.
Romo Sutomo, Ketua Perumahan Dukun Pandita Tengger, juga mengungkapkan ketidaktahuannya tentang rencana penutupan ini. “Kami tidak dilibatkan dalam pembahasan ini. Saya baru tahu dari informasi yang saya cari sendiri. Jika masalahnya karyawan yang libur, jangan Bromo yang ditutup, tapi kantornya saja,” katanya dengan nada kecewa.
Gus Haris mengungkapkan bahwa pihaknya bersama TNBTS sedang mencari jalan tengah agar Bromo tetap bisa menerima wisatawan, setidaknya mulai hari pertama Idul Fitri. “Kami akan segera mencari solusi bersama, dalam satu-dua hari ke depan. Kami siap membantu pengaturan di lapangan, termasuk soal keamanan dan teknis operasional,” pungkasnya.