Probolinggo – Baru dua minggu menjabat sebagai Bupati Probolinggo, dr. Mohammad Haris sudah harus menghadapi “tagihan” dari warganya. Bukan soal administrasi atau birokrasi rumit—tapi soal jalan rusak yang masih menganga di banyak titik wilayah kabupaten.
Dengan gaya santai namun penuh makna, pria yang akrab disapa Gus Haris itu menyambut keluhan tersebut dengan kepala dingin. “Baru dua minggu ngantor, sudah ada tagihan dari masyarakat soal jalan rusak,” ujarnya sambil tersenyum di hadapan jamaah yang hadir dalam acara peringatan Nuzulul Quran yang digelar di Alun-alun Kraksaan, Sabtu (22/3/2025).
Haris tak menampik masalah itu, bahkan mengakui pentingnya infrastruktur jalan dalam menunjang aktivitas masyarakat. Ia berjanji, perbaikan jalan akan menjadi prioritas—meski pelaksanaannya harus bertahap.
“Mohon warga Kabupaten Probolinggo bersabar. InsyaAllah dalam 4 sampai 5 tahun ke depan, jalan-jalan di Probolinggo akan jadi bagus dan mantap,” tegasnya.
Namun, janji itu bukan tanpa tantangan. Gus Haris mewarisi persoalan klasik yang rumit: keterbatasan anggaran. Kondisi keuangan daerah belum cukup fleksibel, sementara pemerintah pusat menerapkan efisiensi dan pembatasan dalam penggunaan dana.
Data dari SK Bupati Probolinggo Nomor 954/118/426.32/2024 menyebutkan, dari total 905,813 km jalan kabupaten, baru 73,58 persen yang masuk kategori mantap. Artinya, lebih dari 240 km jalan masih dalam kondisi kurang layak dan membutuhkan perhatian serius.
Memperbaiki jalan bukan perkara murah. Untuk satu kilometer saja, dibutuhkan anggaran antara Rp 6 hingga 7 miliar. Tahun ini, alokasi dana yang disiapkan Pemkab hanya Rp 63 miliar—anjlok dari Rp 90 miliar pada tahun sebelumnya.
Lebih dari sekadar persoalan teknis, jalan rusak berdampak luas pada kehidupan warga. Akses menuju sekolah menjadi lebih lama, distribusi hasil pertanian terganggu, hingga pelayanan kesehatan bisa terhambat.
Itulah mengapa Haris menekankan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan perencanaan matang, terukur, dan berkelanjutan. “Pembangunan ini proses. Kami tidak ingin sekadar tambal sulam. Harus ada arah, ada keberlanjutan,” jelasnya.
Kini, bola ada di dua tangan: pemerintah diminta konsisten dan transparan, sementara masyarakat diminta bersabar dan ikut mengawal. Jika dua hal ini berjalan seimbang, bukan mustahil jalan-jalan Probolinggo bisa benar-benar mantap dalam arti sesungguhnya.